Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Sang Comte yang Awet Muda - kutipan naskah non-fiksi

Alkemis yang tak pernah diketahui secara jelas asal-usulnya Sahabat para raja dan ningrat di Eropa Konon h idup sejak zaman Isa Al Masih Muncul di berbagai peristiwa sejarah dari zaman ke zaman Tersebutlah seorang Comte [1] bernama Saint Germain. Menurut catatan sejarah, ia lahir pada rentang abad 17 atau 18, sekira tahun 1600 atau awal 1700-an. Namun catatan-catatan lainnya mengundang tanda tanya. Sebab , berbagai keterangan menyebut sosok yang menyerupai Saint Germain muncul dari masa ke masa. Bahkan konon ia telah hidup sejak zaman Isa Al Masih . Sejumlah catatan menyebutkan bahwa sang Comte ikut menyaksikan peristiwa yang terjadi di Cana, saat Isa Al-Masih mengubah air menjadi anggur. Terlepas dari hebohnya kabar tentang dia telah hidup di masa Isa Al-Masih, kebanyakan dari keterangan yang mengangkat kisah Comte de Saint Germain cenderung menyiratkan bahwa ia lebih dikenal sebagai seorang alkemis yang hidup sekira tahun 1600-an. Semakin mengundang rasa penasaran kare

Menjebak Johan (petikan novel)

Gambar
Ujung jemarinya mengetuk permukaan meja secara bergantian. Kelingking, jari manis, jari tengah, dan telunjuknya, mengintimidasiku. Setelah aku memasuki ruangannya, suasana sempat hening. Ia hanya mempersilakanku duduk dan sengaja menunda pembicaraan. Suara ketukan itu kembali terdengar; kelingking, jari manis, jari tengah, telunjuk. Mematuk meja dengan irama konstan sehingga mengeluarkan bunyi ketuk yang merambat. Tindakan yang cerdas agar orang di hadapanmu merasa tak nyaman. Dari balik kacamatanya, ia menatapku. Mungkin berusaha menebak isi kepalaku juga. Ini membuatku gemas. Namun sisi baiknya, aku senang dia ikut terseret dalam persoalan ini. Ia juga tak bakal sadar bahwa aku tengah mempersiapkan sebuah rencana untuknya, sebuah manuver. Kau bisa saja menganggapku culas. Tapi aku yakin, kita tak perlu sepenuhnya merasa bersalah ketika melakukan suatu “kejahatan” terhadap orang jahat. Lagi pula, aku melakukan ini demi kebaikan semua orang. Jika rencanaku berhasil, keben

Sawang - OUTLINE

Gambar
M alam pekat. Sebuah rumah tampak berdiri kokoh. Tak terlalu besar. Tepat di depannya, sepetak halaman kecil yang ditumbuhi rerumputan dan bunga-bungaan sekadarnya, menjadi pemanis di bagian muka. Sepertinya telah berminggu-minggu mereka tak terurus dan ditelantarkan. Rumah itu bukan rumah tua yang usang, ia rumah yang cukup nyaman untuk ditinggali. Selangkah dari tepi halaman yang tak seberapa luas itu, terdapat sepetak teras. Sementara pintu utama merupakan pintu dengan ukuran yang cukup besar dengan desain sederhana, berpadan dengan sepasang jendela yang mengapitnya di kedua sisi secara simetris. Di lantai dua, sepasang jendela lainnya berbentuk ramping dengan kaca bermozaik warna-warni menambah sentuhan estetis pada bagian atas bangunan. Suara jangkrik nyaring. Bulan terang, tapi ia hanya mampu membuat pantulan cahaya lembut pada dedaunan, pohon, rumput, dan tentu saja, pada bangunan rumah itu yang sunyi dan redup. Sawang tiba-tiba terbangun dari tidur

Pesta Itu Bernama Ubud Writers & Readers Festival

Gambar
Saya merasa beruntung karena berkesempatan untuk menjadi tamu di Ubud Writers & Readers Festival yang dihelat pada 25-29 Oktober tahun ini. Bagi para pegiat seni, sastra, dan literasi, festival ini bisa jadi sudah mereka kenal atau minimal pernah mereka dengar. Kali pertama saya menaruh perhatian pada event tahunan ini kira-kira pada 2010 (saya masih bekerja di penerbit konvensional), ketika seorang penulis memberitahu saya bahwa dia diundang ke UWRF sebagai pembicara. Dari penjelasannya, saya menangkap kesan bahwa festival tersebut merupakan salah satu gelaran literasi yang cukup bergengsi. Walaupun demikian, dari tahun ke tahun saya tak pernah sengaja mengikuti kabar tentangnya. Hingga enam tahun kemudian, penerbit tempat saya bekerja bermitra dengan founder festival tersebut—Yayasan Mudra Swari Saraswati. Kami menerbitkan buku antologi, berisi kompilasi tulisan lintas-genre dari para penulis muda; mulai puisi, prosa, cerpen, esai, petikan novel, hingga petikan naskah dra

Penerbitan Alternatif: Pejuang yang Bergerak di Keheningan

Gambar
Sebuah pepatah anonim mengatakan, “Jika kau hanya punya satu nyawa, kau mesti belajar cara membaca.” Pepatah itu tak berlebihan rasanya, mengingat kegiatan membaca—seperti yang telah kita ketahui—sangatlah bermanfaat. Namun, tampaknya pengetahuan kita tentang pentingnya membaca tak lantas jadi suatu pemahaman maupun kesadaran. Betapapun ia telah menempel pada kerak di benak kita, kesadaran untuk melakukan aktivitas membaca tertinggal di langit-langit kerongkongan atau di ujung lidah semata. Ia tak lantas jadi suatu perilaku maupun kebiasaan yang mengejawantah. Sangat sedih rasanya, mendengar hasil survei dari Connecticut State University tentang Most Literate Nations . Dari 62 negara yang disurvei, Indonesia hanya lebih baik daripada Bostwana (sebuah negara berkembang di Afrika Tengah), menempatkan negeri kita di urutan ke-61, kedua dari bawah. Mari kita renungkan hal tersebut. Betapa negara sebesar ini, dengan jumlah penduduk terbesar keempat, memiliki sumber daya alam terlengk